Ratusan TKI Dilaporkan Hilang di Arab, Diduga Disekap atau Kabur
Setidaknya puluhan keluarga di Indonesia melaporkan
kehilangan anggota keluarganya yang bekerja menjadi TKI di Arab Saudi. Laporan
ini mencuat dari sejumlah grup di Facebook. Salah satu yang dilaporkan hilang,
Sopiah. Sebelas tahun 'hilang', akhirnya ia dipulangkan majikan pada Oktober
2020 karena 'gerakan' di media sosial itu. Hari itu, dengan suara berapi-api,
Sopiah mencetuskan kekesalannya akan eks majikannya di Arab Saudi, "Nggak
ada keluarga saya itu, sudah mati semuanya."
Begitu menurut Sopiah, majikannya berusaha menahan perempuan
yang sudah satu dekade bekerja di Riyadh itu. Sopiah termasuk beruntung ketika
ratusan orang TKI lainnya disebut catatan Kedutaan Besar Indonesia di Riyadh
telah habis kontrak tapi tak dipulangkan. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
menguatkan fakta itu, dengan menyebut TKI yang hilang kontak dengan keluarga
ini karena disekap atau kabur dari majikan di tengah pemberlakuan sistem
kafala.
Sistem yang kerap disebut sebagai perbudakan modern, yang
membuat TKI terikat dengan majikan, tak bisa pindah kerja atau meninggalkan
negara dengan alasan apa pun tanpa izin tertulis dari majikan. Mulai Maret 2021, pemerintah Arab Saudi
mencabut kebijakan sistem kafala, tapi untuk pekerja profesional- tidak
termasuk pekerja rumah tangga.
SBMI berkecil hati, kebijakan itu bisa berdampak pada nasib
TKI.
Namun lembaga ad hoc bentukan pemerintah untuk perlindungan
TKI mengklaim berusaha memulangkan TKI yang hilang kontak dengan ajakan
'persuasif' kepada majikan. BBC News Indonesia mengumpulkan laporan TKI hilang
di Arab Saudi dari sejumlah grup TKI Arab Saudi di Facebook. Dalam satu tahun
terakhir saja, terdapat unggahan 37 laporan TKI yang hilang di Arab Saudi. BBC
telah mewawancarai sebagian keluarga dari yang melaporkan itu, dan sejauh ini
baru tiga keluarga yang mengatakan sudah mendapat kabar dari anggota
keluarganya yang hilang kontak, termasuk Sopiah.
Wajah Sopiah muncul di salah satu grup Facebook kumpulan WNI
Indonesia di Arab Saudi, Oktober 2020 lalu. Ia dilaporkan hilang kontak dengan
keluarga sejak pergi mengadu nasib ke Riyadh sebelas tahun lalu. Dua bulan
setelah fotonya diunggah di media sosial, ia bisa kembali lagi bersama
keluarganya di Sukabumi, Jawa Barat. Sopiah mengatakan, "Majikanku itu,
bikin aku nggak bisa pegang hp," katanya kepada BBC News Indonesia, Senin
(08/03).
Sopiah selama ini bekerja sebagai pekerja rumah tangga di
kota Riyadh. Sopiah bercerita, selama bekerja, majikannya selalu mengatakan
"Nggak ada keluarga saya itu, sudah mati semuanya." "Saya
bilang, nggak mungkin keluarga saya mati semuanya, pasti ada salah satu atau
anak-anak saya di sana, di Indonesia. "Kata majikan saya sudah nggak usah
pulang, diam di sini di Arab Saudi. Saya bilang, saya mau pulang. Nggak mau di
sini, saya sudah capek," tambah Sopiah menirukan rayuan dari majikannya
dulu.
Sementara itu, Imas Anita adik Sopiah—yang mengunggah foto
kakaknya di Facebook— mengatakan, usaha pencarian ini cukup berhasil setelah
mencari di media sosial. Majikan Sopiah kemudian memulangkannya setelah
mendapat laporan yang berasal dari komunitas WNI di Arab Saudi. "Gajinya
dikasih pas mau pulang. Dulu kan nggak digaji sama sekali," kata Imas. Sementara
yang lainnya, menyatakan belum mendapat kabar, dan masih berharap anggota
keluarganya yang mengadu nasib di Arab Saudi segera pulang. Seorang di antaranya adalah Rijayang Ismail,
59 tahun, yang mencari putri satu-satunya, Aini Marti.
Aini pergi ke Al Syabhah, Kota Mekah sejak 2006.
Ia telah mengusahakan untuk mencari anaknya melalui orang
yang memberangkatkan, sampai ke dinas tenaga kerja di Mataram, Nusa Tenggara
Barat. Tapi "tidak ada tindak lanjutnya," kata Rijayang kepada BBC
News Indonesia. Rijayang bahkan sampai
pergi ke dukun untuk mencari anaknya. "Ada di mana dukun ini ampuh, dukun
ini masyhur (terkenal), saya pergi ke dukun itu. Dari empat tahun dia di sana,
dukun terus-terus… tapi mungkin belum ada nasib kita belum ketemu dengan
dia."
Sampai akhirnya, pada 2014. Rijayang mendapat telepon dari
Aini di Mekah.
Aini memberi kabar yang saat itu dijawab oleh ayahnya.
"Pulanglah dulu, Nak. Nanti kalau ada kesempatan kamu berangkat lagi.
Pokoknya jenguk saya dulu di kampung. Ibu sudah tua, saya sudah tua," kata
Rijayang menirukan percakapan saat itu. Sesudah percakapan via telepon itu,
Aini tak kunjung pulang hingga kini. Hilang kontak kembali.
Menurut Rijayang, saat mendengar suara anaknya di telepon,
"Ada majikannya di dekat dia. Dia ngomong Bahasa Indonesia atau Bahasa
daerah, tapi majikannya ada di sampingnya. Kemungkinan anak saya ini termasuk
ketat majikannya." Rijayang mengatakan Aini berangkat ke Arab Saudi dengan
sistem sponsor (kafala), seperti Sopiah.
Sistem Kafala
'mengikat' para TKI
Menurut laporan lembaga internasional Migrant Forum in Asia,
sistem Kafala membuat para pekerja migran secara hukum terikat pada pemberi
kerja atau sponsor individu/majikan (kafeel) untuk periode kontrak mereka. Karena
terikat kontrak, pekerja migran tak bisa memasuki negara, pindah kerja, atau
meninggalkan negara dengan alasan apa pun tanpa izin tertulis dari kafeel.
Sistem ini muncul pada era 1950an yang mengatur hubungan
antara majikan dan pekerja di banyak negara Asia Barat. Praktik yang dilakukan
negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di antaranya Bahrain, Kuwait, Oman,
Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, dan juga di negara-negara Arab di
Yordania dan Lebanon.
Dalam praktiknya, melalui sistem Kafala, sejumlah majikan
memegang penuh kendali atas pekerja rumah tangga. Misalnya, menahan kelengkapan
administrasi sampai membatasi penggunaan telepon selular, hal yang terjadi pada
TKI Sopiah dan Aini.
Ditahan majikan
berpengaruh
Pengurus Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Jeddah,
Roland Kamal mencatat TKI yang hilang kontak di Arab Saudi disebabkan karena
sistem kafala yang masih diterapkan oleh majikan "bertipe bukan orang yang
terbuka". Dalam satu contoh kasus
yang sedang ditangani SBMI adalah pemulangan TKI Nur Cahyati yang tinggal di
kota Tabuk perbatasan Arab Saudi dengan Yordania. "Majikannya ini adalah
aparat polisi di sana. Tidak bisa disentuh oleh dinas tenaga kerja," kata
Roland kepada BBC News Indonesia. Laporan mengenai Nur Cahyati sudah dilakukan
sejak 2005 lalu, dan sampai saat ini masih belum bisa dipulangkan.
"Yang jadi permasalahan, orang Saudi itu memiliki
imunitas lokal. Jadi pihak polisi tidak bisa datang ke rumahnya, walaupun di
rumah tersebut ada orang kita. Kecuali pengadilan. Untuk masuk ke pengadilan
kan sulitnya minta ampun," tambah Roland. Namun, persoalan TKI yang hilang kontak dengan
keluarga juga ditemukan SBMI lantaran kabur dari majikan, kemudian memilih
berumah tangga dengan TKI lainnya. "Orang kabur dari majikan, kemudian
menikah di sini. Cinta lokasi. Di rumah (kampung) punya suami, punya anak. Di
sini juga lahiran punya anak, di sini punya suami, akhirnya malu berkirim kabar
ke Indonesia," kata Roland.
Apa kata pemerintah?
Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Pelindungan
(BP2MI), Haposan Saragih mengatakan salah satu persoalan TKI yang hilang kontak
di Arab Saudi yakni karena majikan memang tak ingin memulangkan pekerja rumah
tangganya. Hal ini makin menguat setelah terjadi penangguhan pengiriman TKI ke
Arab Saudi untuk menjadi pekerja domestik pada 2015 silam.
"Dengan adanya moratorium ini, orang Arab itu nggak mau
memulangkan orang Indonesia. Karena tidak bisa masuk lagi. Jadi ditahan di
sana," kata Haposan kepada BBC News Indonesia. Selain itu, kesulitan untuk
mencari TKI yang hilang di Arab Saudi juga disebabkan keberangkatan mereka
secara tidak prosedural yaitu menggunakan visa umroh/ziarah.
"Karena pemberangkatannya tidak resmi, mereka pasti
tanya ke kantor kita, daerah, atau dinas tenaga kerja karena tidak tercatat.
Jadi susah dilacak," kata Haposan. Pada
2020 lalu, BP2MI menerima laporan sebanyak 18 kasus TKI putus komunikasi atau
hilang kontak di Arab Saudi dengan keluarga di Indonesia. Haposan mengatakan, upaya lembaganya adalah
melakukan pendekatan secara persuasif dengan pihak majikan, agar TKI tersebut
bisa berkomunikasi lagi dengan keluarga.
Seperti memberi pengertian, jika majikan menahan TKI
tersebut maka akan terjadi kekacauan di keluarganya; anak TKI bisa terlantar,
orang tuanya terlantar, atau suaminya akan mabuk-mabukan karena putus asa
isterinya tidak pulang-pulang. "Biasanya majikan akan tersentuh hatinya
dan melunak untuk memulangkan PMI (Pekerja Migran Indonesia)," kata
Haposan. Sementara Kedutaan Besar
Indonesia di Riyadh melaporkan ragam persoalan mengenai TKI di Arab Saudi yang
sulit kembali ke Indonesia atau hilang kontak dengan keluarga.
"Ada yang habis kontrak namun tidak dipulangkan oleh
majikan (205 kasus), datang ke Arab Saudi dengan visa ziarah/kunjungan lantas
dipekerjakan dan terjadi perselisihan dengan majikannya (131 kasus), PMI
[pekerja migran] hilang dan tidak ada kabar berita (110 kasus), tidak betah
bekerja (100 kasus), habis kontrak namun sisa gaji tidak dibayarkan (97 kasus),
maupun PMI kabur dari majikan (594 kasus)," tulis laporan dari KBRI di
Riyadh.
Sistem kafala
dilonggarkan
Pemerintah Arab Saudi mengumumkan melonggarkan sistem Kafala
bulan ini, namun hanya berlaku bagi pekerja formal. Berdasarkan keterangan yang dirilis Kedubes
Indonesia di Arab Saudi, mulai 14 Maret 2021, pemerintah Arab Saudi menghapus
sistem kafala/sponsor untuk tenaga profesional. Dengan demikian, buruh migran atau TKI yang
bekerja di perusahaan swasta bisa berpindah pekerjaan tanpa persetujuan
majikan. TKI juga bisa pindah kerja hanya dengan memberitahu secara elektronik,
dan berhak meninggalkan Arab Saudi tanpa persetujuan dari majikan.
Namun, aturan baru ini tidak berlaku bagi pekerja domestik
seperti sopir pribadi, penjaga rumah tangga, pekerja rumah tangga, pengembala
dan tukang kebun. BBC News Indonesia
berupaya mendapatkan informasi lebih detil mengenai dampak pelonggaran sistem
Kafala pada TKI kepada Dubes RI di Arab, Agus Maftuh Abegebriel. Namun, hingga
berita ini diturunkan, belum mendapatkan respon.
Sementara Wakil Menteri Abdullah bin Nasser Abuthunain
kepada media dalam prakarsa perubahan sistem kafala mengatakan, "Melalui
prakarsa ini, kami bertujuan untuk membangun sebuah pasar tenaga kerja yang
menarik, dan meningkatkan lingkungan kerja." Bagaimana pun, menurut
pengurus SBMI di Jeddah, karakteristik sistem kafala bagi tenaga kerja domestik
sudah membudaya di Arab Saudi sehingga sulit dihapuskan. "Kalau sistem
kafala yang kerja di rumahan, terus diubah bebas kerja di luar, itu nggak
bakalan. Karena orang di sini itu tetap masih mengikuti imunitas kearifan lokal
sini," kata Roland Kamal.
Cara kafala yang dipertahankan bagi pekerja domestik di mana
majikan punya kuasa penuh atas pekerjanya disebut sejumlah aktivis HAM sebagai
sistem perbudakan modern.
Ratusan TKI masih
hilang
Saat ini ratusan TKI di Arab Saudi masuk dalam daftar
pencarian keluarganya di Indonesia. Mereka yang tercatat melalui laporan di
media sosial di antaranya Dewi binti Musa asal Karawang, Jawa Barat, yang
hilang sejak pergi ke Arab Saudi pada 2007. Kemudian, Usmawati perempuan asal
Dumai, Riau yang pergi mengadu nasib ke Thaif, Arab Saudi sejak 2004. Hingga
kini nasibnya belum diketahui, sementara orang yang memberangkatkannya sudah
meninggal dunia di kampung.
Tasmiah asal Karawang, Jawa Barat juga dilaporkan keluarga
tak ada kabar sejak 15 tahun silam setelah pergi ke Hail, Arab Saudi. Dari
sentra penghasil padi ini juga, Siti Rokayah binti Haji Soleh belum ada
kabarnya sejak 26 tahun lalu.
Bukan hanya itu, sejumlah TKI yang bekerja di Timur Tengah
yang masih menggunakan sistem kafala bagi buruh migran juga dilaporkan hilang.
Suadah binti Suryadi asal Serang, Banten, hilang jejaknya sejak 10 tahun lalu
saat bekerja di Yordania.
Lalu, Tarpiah binti Wakid Darpan asal Cirebon, Jawa Barat, hilang 20 tahun lalu setelah berangkat ke Kuwait. Oti alias Mimin asal Purwakarta yang berangkat ke Bahrain sejak 2017, semula ada kabar lalu hilang kontak di kemudian hari. Sama seperti yang lainnya, Rijayang Ismail berharap anggota keluarganya, anaknya semata wayang, bisa segera berkomunikasi, dan berkumpul kembali dengan keluarga khususnya menjelang Ramadhan tahun ini. "Kalau bulan puasa itu yang kita ingat sama anak kita, makanya kalau saya ngomong selalu ingat," katanya.
SumberSuara.com
0 Response to "Ratusan TKI Dilaporkan Hilang di Arab, Diduga Disekap atau Kabur"
Post a Comment